ASUHAN KEPERAWATAN APPENDICITIS


A.    Konsep Dasar Appendisitis
1.      Anatomi


Apendiks adalah ujung seperti jari kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inch), melekat pada sekum tepat dibawah katub ileosekal. Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis). ( Brunner & Suddarth, 2001)
2.      Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis. Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)

3.      Definisi
          Apendisitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)

4.      Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture. (Schwartz, S. Spencer, D.G. Fisher, 1999)
           Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisitis akut. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)

 5.      Patofisiologi
           Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)
           Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.( E. Jehan, 2003)
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar istirahat (bedrest).
           Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)
  
6.      Gejala Klinis
Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain :
a.       Nyeri abdominal
                Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)
b.      Mual-muntah biasanya pada fase awal.
c.       Nafsu makan menurun.
d.      Obstipasi dan diare pada anak-anak.
e.       Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
  
7.      Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1 °C.
a.       Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
b.      Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:
1)      Nyeri tekan di Mc. Burney
2)      Nyeri lepas
3)      Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang.
c.       Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. (A. Mansjoer, dkk. 2000)
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. (A. Mansjoer, dkk. 2000)
8.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan Laboratorium
1)        Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, C-reaktif protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
2)        Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
b.      Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
c.       USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
d.      Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis kronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.

e.       CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.
f.       Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Teknik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.
9.      Penatalaksanaan
Appendiktomi
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. (A. Mansjoer, dkk, 2000)
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)
10.  Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
a.       Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
b.      Suhu tubuh naik tinggi sekali
c.       Nadi semakin cepat
d.      Defance muskular yang menyeluruh
e.       Bising usus berkurang
f.       Perut distended
B.     Gambaran Umum Asuhan Keperawatan Pasien dengan Appendisitis
Asuhan keperawatan merupakan faktor kunci dalam kelangsungan kehidupan klien dan pada pelayanan kesehatan dalam aspek pemeliharaan, rehabilitasi serta pencegahan (Doengoes, 2000).
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan, hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik dan ketrampilan interpersonal dan ditunjukkan untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga (Nursalam, 2001).
Proses keperawatan dari lima tahap yang berhubungan yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Nursalam, 2001).
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien dalam pengkajian tipe pengumpulan data terdiri atas data subyektif dan data obyektif.
Ada 3 metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada tahap pengkajian yaitu komunikasi yang efektif, observasi, dan pemeriksaan fisik (Doenges, 2000).
Menurut Doenges (2000) pengkajian pada pasien dengan :
a.       Pre Appendiktomi
1)      Aktivitas
Gejala : Malaise
2)      Sirkulasi
Tanda: Tachicardia
3)      Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan penurunan/ tidak ada bising usus
4)      Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
5)      Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc Burney (setelah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan). Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. (W. De Jong, R. Sjamsuhidajat, 2004)
Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau telentang dengan lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak.
6)      Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah). Demam terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C
7)      Pernafasan
Tanda : takipnea/ pernafasan dangkal
8)      Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contoh pielitis akut, batu uretra, dapat terjadi pada berbagai usia
b.      Post Appendiktomi
1)      Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer.
2)      Integritas ego
Gejala : perasaan takut, cemas, marah, apati.
Tanda : tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi simpatis
3)      Makanan/ cairan
Gejala : insufisiensi pangkreas, malnutrisi, membran mukosa yang kering
4)      Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok
5)      Keamanan
Gejala : alergi, defisiensi imun, riwayat keluarga tentang hipertermi malignan/reaksi anastesi, riwayat penyakit hepatik, riwayat transfusi darah
Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkah, demam

2.    Diagnosa Keperawatan
           Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2001).
           Untuk menentukan diagnosa keperawatan ada 3 unsur pernyataan yaitu problem, etiologi, dan symptom (masalah, penyebab, tanda dan gejala). Masalah adalah penjelasan status kesehatan atau masalah kesehatan klien secara jelas dan sesingkat mungkin. Etiologi (penyebab) adalah faktor klinik dan personal yang dapat merubah kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah. Symptom (tanda dan gejala) adalah tanda dan gejala yang muncul pada pasien saat dilakukan pengkajian. (Nursalam, 2001).
           Menurut Dongoes (2000) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan :
a.       Pre Appendiktomi
1)        Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses; prosedur invasif
2)        Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan munta pra operasi; pembatasan pasca operasi; status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan); inflamasi peritonium dengan cairan asing
3)        Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi; adanya insisi bedah
4)        Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
b.        Post Appendiktomi
1)      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral
2)      Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah
3)      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanis pada kulit/jaringan

3.      Perencanaan
Perencanaan adalah suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam, 2001). Salah satu langkah perencanaan adalah menentukan prioritas masalah. Maslow menjelaskan bahwa kebutuhan manusia dibagi dalam 5 tahap yaitu :
a.    Fisiologi
b.    Rasa aman dan nyaman
c.    Sosial
d.   Harga diri
e.    Aktualisasi diri
Maslow menyatakan bahwa klien memelukan suatu tahapan kebutuhan jika klien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain, kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi klien daripada kebutuhan lainnya (Nursalam, 2001).
Menurut Doenges (2000) perencanaan  keperawatan pada pasien :
a.       Pre Appendiktomi
1)      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ ruptur pada apendiks, peritonitis, pembentukan abses; prosedur invasif
a)      Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen
Rasional : dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, peritonitis, dan abses.
b)      Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan paripurna.
Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri
c)      Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, drein (bila dimasukkan), adanya eritema
Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d)     Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/ orang terdekat
Rasional : Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas
e)      Ambil contoh dreinase bila diindikasikan
Rasional : Kultur pewarnaan Gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan pilihan terapi
f)       Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi
Mungkin diberikan secar profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada abdomen
g)      Bantu irigasi/drainase bila diindikasikan
Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir
2)        Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra operasi; pembatasan pasca operasi; status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan); inflamasi peritonium dengan cairan asing
a)      Awasi TD dan nadi
Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler
b)      Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Rasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c)      Awasi masukan dan haluran; catat warna urine/konsentrasi, berat jenis
Rasional : penurunan haluran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan
d)     Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus
Rasional : Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral
e)      Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
Rasional : menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan
f)       Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir
Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah
g)      Pertahankan penghisapan gaster/usus
Rasional : selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekompensasi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.
h)      Berikan cairan IV dan elektrolit
Rasional : peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit
3)        Nyeri akut berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi; adanya insisi bedah
a)         Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 1-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat
Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karekteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi
b)      Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Rasional : grafitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah pada posisi telentang
c)      Dorong ambulasi dini
Rasional : meningkatkan noramlisasi fungsi organ. Contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen
d)     Berikan aktivitas hiburan
Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping
e)      Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal
Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan  pada peristaltik usus dini dan irigasi gaster/muntah

f)       Berikan analgesik sesuai dengan indikasi
Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain
g)      Berikan kantong es pada abdomen
Rasional : menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung syaraf
4)        Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
a)      Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh mengangkat berat, olah raga, seks, dan latihan menyetir

Facebook Twitter RSS