Diberdayakan oleh Blogger.

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE NON HEMORARGIK

A.    Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik

1.      Pengertian
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat. Stroke merupakan sindrom klinis yang timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih, bisa juga langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut WHO (1989) stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.
Stroke atau dikenal sebagai Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) atau dikenal sebagai CVA (Cerebro Vaskular Accident) atau CVD (Cerebro Vaskular Disease) atau apoplexy adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu (Harsono, 1996).
Menurut Listiono (1998) stroke non hemoragik merupakan penyakit serebrovaskular yang dapat disebabkan karena aterosklerosis (trombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetuskan oleh adanya faktor predisposisi hipertensi.
2.      Faktor Risiko
Menurut Harsono (1996), semua faktor yang menentukan timbulnya manifestasi stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke.  Adapun faktor-faktor risiko pada stroke non hemoragik tersebut antara lain:
a.       Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbulah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
b.      Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
3.      Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke non hemoragik biasanya diakibatkan oleh :
a.       Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling umum dari stroke.  Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi.  Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.  Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari hemoragik intraserebral atau embolisme serebral.  Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b.      Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral.  Awitan hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
c.       Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4.      Patofisiologi
Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus atau embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama satu menit dapat mengarah pada gelaja-gejala yang dapat pulih, seperti kehilangan kesadaran. Kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dan dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudian disebut infark (Hudak-Gallo, 1996).
Menurut Long (1996), otak sangat tergantung kepada oksigen dan tidak mempunyai cadangan oksigen.  Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi pada CVA, metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit.  Tiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia menyebabkan iskemik otak. Iskemik dalam otak waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai dengan edema otak. Karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan perfusi dan oksigen serta peningkatan karbondioksida dan asam laktat.
Menurut Satyanegara (1998), adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme yaitu penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.  Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan nekrosis (infark).

ASKEP SECTIO CAESARIA

Konsep Dasar Sectio Caesarea
1.    Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998). Sedang  menurut  Prawirohardjo (2002), sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh/intact. Jadi sectio caesarea adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan cara melakukan pembedahan atau membuat sayatan pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh. 

2.    Indikasi sectio caesarea
a.    Plasenta previa
Placenta previa adalah keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat abdomen yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
b.    Panggul sempit
Panggul disebut sempit apabila ukuran 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal, yaitu 11 cm.
c.    Disproporsi sefalo pelvik
Adalah bila janin tidak dapat dilahirkan secara normal pervaginam, bila anak hidup dilakukan sectio caesarea. Ketidaksesuaian antara ukuran kepala dengan ukuran panggul yaitu ukuran panggul normal tetapi ukuran kepala lebih besar
d.    Reptur uteri mengancam
e.    Partus lama
Adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi.
f.     Partus tak maju
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan servik, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir. Persalinan pada primi tua biasanya lebih lama.
g.    Distorsi servik
h.    Preeklamsi dan eklamsi
Merupakan kumpulan gejala yang timbul pada saat hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari : hipertensi, proteinuria dan edema yang kadang-kadang disertai onvulsi sampai koma.
i.      Malpresentasi janin
Malpresentasi letak  lintang, bokong, dahi dan muka, presentasi rangkap, gemelli.
3.    Kontraindikasi sectio caesarea
Menurut Mochtar, (1998) kontra indikasi sectio caesarea adalah :
a. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk dalam uterus  sehingga kemungkinan hidup kecil, dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukam operasi.
 b. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi.
 c. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas.
 d. Adanya kelainan kongenital berat.
4.    Komplikasi
a.    Infeksi puerperal (nifas)
1)    Ringan  : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja             
2)    Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
                     dehidrasi dan perut sedikit kembung
3)    Berat     : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik, hal ini  
                     sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana
                     sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena
                     ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b.    Perdarahan disebabkan karena :
1)    Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2)    Atonia uteri
3)    Perdarahan pada placenta bed
c.    Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d.    Kemungkinan ruptur uterus spontan pada kehamilan mendatang.
5.    Nasehat pasca sectio caesarea
a.    Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakai kontrasepsi.
b.    Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.
c.    Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit yang berfasilitas lengkap, dengan ditunggui suami.
d.    Apakah persalinan berikutnya harus dengan sectio caesarea tergantung dari indikasi sectio caesarea dengan keadaan pada kehamilan berikutnya.

Konsep Dasar Post Partum
1.    Pengertian Post Partum
Menurut Bobak (2004) post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keaadan normal seperti sebelum hamil. Terkadang disebut periode puerperium. 
2.    Periode Post Partum
Periode post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak hamil dan penyesuaian terhadap penambahan keluarga baru.
Menurut Mochtar (1998) Nifas dibagi menjadi 3 periode :
Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam Agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
Remote puerpurium, adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
3.    Tujuan Asuhan Post Partum
Menurut Farrer (1999) tujuan perawatan post natal dimaksudkan agar ibu berada dalam keadaan sehat dengan anak yang sehat dan mengetahui cara merawat anaknya. Tujuan ini tercapai jika ibu:
a.    Mendapatkan cukup istirahat, sehingga tubuh dan pikiran dapat pulih kembali setelah menjalani masa hamil dan bersalin.
b.    Menghidari infeksi yang dapat menghambat kesembuhan jaringan yang cidera.
c.    Dapat memberi ASI secara memuaskan.
d.    Belajar merawat bayi seperti menggantikan pakaian, memberikan susu dan membujuk bayi jika rewel atau menangis.
4.    Perubahan Alat-Alat Kandungan
Menurut Mochtar (1998) perubahan alat-alat kandungan terjadi pada : 
a.    Uterus
Berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Setelah janin dilahirkan, fundus uterus berada pada 2 jari di bawah pusat, berat uterus 750 gram. Akhir minggu pertama tinggi fundus uterus berada pada [ertengahan anatara pusat dan simpisis , berat uterus 500 gram. Dua minggu setelah pesralinan fundus uterus tidak teraba, berat uteurs 350 gram. Enam minggu uterus bertambah kecil, berat 50 gram. Setelah 8 minggu uretus berat uterus 30 gram.

Tabel 1. Involusi Uterus

Waktu Involusi
TFU
(Tinggi Fundus Uteri)
Berat Uterus
(gram)

Plasenta lahir
7 hari
14 hari
42 hari
56 hari


Sepusat
Pertengahan sympisis pubis
Tak teraba
Seperti hamil 2 bulan
Normal

1.000
500
350
50
30
b.    Bekas implantasi uri
Placenta mengecil karena kontarksi dan menonjol ke kanan uterus dengan diameter 7,5 cm, sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu minggu keenam menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih
Luka-luka
Pada vagina bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari
Rasa sakit
Yang disebut after pains (nyeri perut pada uterus) disebabkan karena rahim berkontraksi, biasanya berlangsung 2-4 hari pascapersalinan.
c.    Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uterus dan vagina dalam masa nifas.
1)      Lochea rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa, lanugo, dan maconeum selama 2 hari pascapersalinan
2)      Lochea sanguinulenta :  berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pascapersalinan.
3)      Lochea serosa : berwarna kekuningan, cairan tidak berdarah dan lendir hari ke 7-14 pascapersalinan.
4)      Lochea alba : cairan putih, setelah 2 minggu pascapersalinan.
5)      Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
6)      Locheastasis : lochea tidak keluar.

            f.   Serviks 
Setelah persalinan spontan, bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat luka kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. (Mochtar,  1998).
5.  Komplikasi nifas
Komplikasi nifas mungkin timbul, menurut Mochtar,  (1988) :
a.   Vulvitis           :  luka bekas episiotomi atau robekan     
                            perineum yang terkena infeksi
b.   Vaginitas       :  luka karena tindakan peralinan terinfeksi
c.  Serviksitis       :  Infeksi pada serviks agak dalam dapat   
                            menjalar ke ligamen latum dan parametrium.
d.  Endometritis :  Infeksi terjadipada tempat insersi placenta dan dalam waktu singkat dapat mengenai seluruh endometrium. Kalau tidak diobati dalam waktu singkat dapat mengenai endometrium.
e.  Septikemia     : keadaan dimana kuman-kuman dan toksiknya
                           langsung masuk ke dalam peredaran darah
                           umum dan menyebabkan infeksi umum 
f.  Parametris       : infeksi jaringan ikat pelvis.

Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea
Asuhan keperawatan pada klien post sectio caesarea menggunakan metode proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Keseluruhan tahap ini merupakan pengintegrasian ketrampilan, intelektual, hubungan pribadi dan teknik seorang perawat.
1.    Pengkajian
Menurut Doenges (2001), pengkajian pada klien post sectio caesarea meliputi :
a.    Pengkajian data dasar primer
Tinjau ulang catatan pranatal dan intraoperatif dan adanya indikasi untuk kelahiran caesarea.
b.    Sirkulasi
 Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
c.    Integritas ego
 Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Klien atau pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima dalam pengalaman kelahiran. Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
d.    Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang : urine jernih pucat, bising usus tidak ada, samar, atau jelas.
e.    Makanan atau cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
f.     Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
g.    Nyeri atau ketidaknyamanan : mungkin mengeluh ketidak nyamanan dari berbagai kondisi misalnya trauma pembedahan, nyeri penyerta, distensi kandung kemih atau abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
h.    Pernapasan : bunyi paru jelas dan vesikuler.
i.      Keamanan : Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan.
j.      Seksualitas: Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus, aliran lochea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak.
k.        Pemeriksaan diagnostik
1)    Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht), mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2)    Urinalisis; kultur urine, darah, vaginal dan lochea : pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual.     
2.    Diagnosa keperawatan
Menurut Doenges (2001) diagnosa keperawatan pada klien dengan post sectio caesarea adalah :
a.    Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan perkembangn transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya : intervensi pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan/interaksi, kebanggan diri negatif).   
b.    Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih.abdomen.
c.    Ansietas berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak inter personal, kebutuhan tak terpenuhi. 
d.    Harga diri rendah (situsaional) berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
e.    Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan fungsi regulasi (hipotensi dan eklamsi), efek-efek anestesi, tromboemboli, profil darah abnormal, trauma jaringan. 
f.     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb, prosedur infasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, malnutrisi.  
g.    Konstipasi berhubungan dnegan penuruan tonus otot (kelebihan analgesik atau anestesi, efek-efek progesteron, dehidrasi,diare, nyeri perianal/reptal). 
h.    Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis periode pemulihan perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenali sumber-sumber.
i.      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis, efek-efek hormonal, efek-efek anestesi.
j.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan,  ketidaknyamanan fisik.
Menurut Nanda (2005) diagnosa keperawatan  pada klien dengan post sectio caesarea adalah:
a.    Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik.
b.    Kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan klein lemah.
c.    Kurang pengetahuan tentang ASI eklusif berhubungan dengan kurang paparan informasi.  
d.    Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
e.    Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
f.     Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
g.    Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan penjadwalan prosedur invasif mayor.
3.    Perencanaan
Perencanaan untuk masing-masing diagnosa keperawatan menurut Doenges (2001), adalah  sebagai berikut:
a.    Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan perkembangn transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya : intervensi pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan/interaksi, kebanggan diri negatif).   
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan situasi
Intervensi :
1)    Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi, tergantung pada kondisi bayi. Bantu sesuai kebutuhan.
Rasional : memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga terjadi, terjadi karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama lain yang memulai proses kedekatan dan proses pengenalan.  
2)    Berikan kesempatan pada ayah untuk menyentuh, menggendong bayi.
Rasional : memudahkan kedekatan di antara ayah dan bayi
3)    Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaan-perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayinya.
Rasional : Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang tua – bayi dapat mempunyai efek yang negatif.
4)    Anjurkan dan bantu dalam menyusui anaknya.
Rasional : kontak awal mempunyai efek yang positif.
5)    Berikan informasi tentang keamanan dan kondisi bayi sesuai kebutuhan.
Rasional :  Membantu pasangan untuk memproses pengenalan awal
b.    Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang, pasien dapat menunjukkan atau menggunakan perilaku untuk menguangi rasa nyeri.
Intervensi :
1)    Kaji dan tentukan lokasi, karakteristik nyeri, intensitas nyeri (0-10), serta faktor pencetus nyeri
Rasional : Membantu membedakan karakter nyeri pascaoperasi dengan terjadinya komplikasi dan memilih intervensi
2)    Perhatikan isyarat verbal dan non verbal seperti meringis, gerakan melindungi atau terbatas
Rasional : Klien mungkin tidak melaporkan ketidaknyamanan secara langsung.
3)    Ajarkan dan anjurkan penggunaan teknik pernafasan dalam, distraksi dan relaksasi.
Rasional : Merilekskan otot-otot dan mengalihkan perhatian dan sensasi nyeri, menurunkan ketidaknyamanan.
4)    Gunakan prosedur pembebatan pada perut dengan tepat.
Rasional : Pembebatan pada area insisi dapat mengurangi ketidaknyamanan karena gerakan otot perut.
5)    Anjurkan menghindari makanan atau cairan pembentuk gas (mis : kacang-kacangan, kol, minuman terlalu dingin atau terlalu panas atau penggunan sedotan untuk minum.
Rasional : Menurunkan pembentukan gas dan meingkatkan peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena akumulasi gas yang pada hari ketiga setelah kelahiran sectio caesarea.
6)    Berikan perubahan posisi / tindakan kenyamanan (pemberian posisi, masase)
Rasional : Tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional klien.
7)    Berikan terapi obat sesuai program dokter / kolaborasiuntuk pemberian obat analgetik
Rasional : Analgetik bersifat menghilangkan atau mengurangi nyeri.
c.    Ansietas berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak inter personal, kebutuhan tak terpenuhi. 
Tujuan : Kesadaranakan perasaan ansietas, klien rileks dapat mengindentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas. 
Intervensi :
1)    Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber masalah.
Rasional : Kelahiran sectio caesarea mungkin dipandang sebagai suatu kegagalan dalam hidup oleh klien.
2)    Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien / bayi.
Rasional : Kurang informasi atau kesalahpahaman dapat mengakibatkan tingkat ansietas.
3)    Bantu klien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping.
Rasional : Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peran baru, mengurangi perasaan ansietas.
d.    Harga diri rendah (situasional) berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
Tujuan : Mendiskusikan masalah tentang peras dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran dari klien atau pasangan, mengekspresikan harapan diri yang positif.
Intervensi :
1)    Tentukan respon yang emosional klien atau pasangan terhadap kelahiran sectio caesarea.
Rasional : Menentukan apabila pasangan mengalami reaksi emosi negatif.   
2)    Identifikasi perilaku positif selama proses prenatal dan antenatal.
Rasional : Respon berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah mampu berbagi pengalaman kelahiran.
e.    Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan fungsi regulasi (hipotensi dan eklamsi), efek-efek anestesi, tromboemboli, profil darah abnormal, trauma jaringan. 
Tujuan : Tidak terjadi cidera jaringan, tidak terjadi tanda-tanda infeksi, tidak terjadi komplikasi.
Intervensi :
1)    Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan suhu badan.
Rasional : Tekanan darah yang tinggi dapat menandakan  terjadinya hipertensi.
2)    Anjurkan ambulasi dini dan latihan.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena dari ektermitas bawah, menurunkan resiko pembentukan trombosit. 
3)    Inspeksi insisi secara teratur, perhatikan tanda perlambatan atau perubahan (misalnya : kurang penyatuan).
Rasional : Penegangan berlebihan, pemisahan jaringan, dan kemungkinan perdarahan.
f.     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb, prosedur infasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, malnutrisi.  
Tujuan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko/meningkatkan penyembuhan, tidak terjadi infeksi, menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan.
Intervensi :
1)    Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan tepat dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
Rasional : Membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi
2)    Tinjau ulang Hb / AL pranatal, perhatikan adanya kondisi yang mempredisposisikan klien ada infeksi pascaoperasi
Rasional : Anemia pranatal meningkatkan resiko infeksi, leukositosis merupakan tanda adanya infeksi.
3)    Inspeksi sekitar tusukan jarum infus IV terhadap tanda eritema atau nyeri tekan.   
Rasional : Membantu mengidentifikasi adanya tanda-tanda   infeksi.
4)    Rasional : Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat dan tanda-tanda infeksi.
Rasional : Balutan steril menutupi luka pada kelahiran sectio caesarea membantu melindungi luka dari kontaminasi, rembesan dapat menandakan hematoma, gangguan penyatuan jahitan atau dehisensi luka.
5)    Lakukan perawatan luka tusukan jarum infus dan lakukan perawatan luka operasi secara aseptik den sesuai indikasi.
Rasional : Perawatan luka memungkinkan insisi mengering dan     meningkatkan penyembuhan.
6)    Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi, catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise.
Rasional : Peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
7)    Berikan perawatan perineal dan penggantian pengalas kering.
Rasional : Membantu menghilangkan media pertumbuhan bakteri.
8)    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah dan menurunkan kemungkinan terjadi infeksi.
g.    Konstipasi berhubungan dengan penuruan tonus otot (kelebihan analgesik atau anestesi, efek progesteron, dehidrasi,diare, nyeri perianal/rectal). 
Tujuan : Bising usus aktif dan keluarnya flatus, mendapatkan kembali pola eliminasi niasanya / optimal dalam 4 hari pascaportum
Intervensi :
1)    Auskultasi terhadap adanya bising usus.
Rasional : Mnentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral dan kemungkinan terjadinya komplikasi.
2)    Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
Rasional : Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.
3)    Anjurkan cairan oral yang adekuat (6-8 gelas/hari) bila   masukan oral sudah diberikan, banyak makanan berserat tinggi.
Rasional : Makanan berserat tinggi dapat merangsang eliminasi dan mencegah komplikasi.
4)    Berikan pelunak faeces.
Rasional : Merangsang peristaltik usus.
h.    Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis periode pemulihan perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenali sumber-sumber.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan individu. Dapat melakukan aktivitas sesuai prosedur dengan benar dan dapat menjelaskan alasan untuk tindakan.
Intervensi :
1)    Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien / pasangan dalam menidentifikasi kebutuhan.
Rasional : Periode pascapartum klien dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan.
2)    Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan format.
Rasional : Membantu menjamin kelengkapan informasi.
3)    Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : Ketidaknyamanan berkenaan dengan insisi dapat mengurangi konsentrasi dalam penerimaan penyuluhan.
4)    Berikan informasi yang berhubungan dnegan perubahan fisiologis dan psikologis.
Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal dan abnormal.
i.      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis, efek hormonal,  efek anestesi.
Tujuan : Mendapatkan pola berkemih yang normal setelah pengangkatan kateter.
Intervensi : 
1)    Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urine.
Rasional : Oliguri (keluaran urine kurang dari 30 ml/jam) mungkin disebabkan oleh kehilangan cairan yang berlebihan, ketidakadekuatan penggantian cairan.
2)    Berikan cairan per oral 6-8 gelas/hari.  
Rasional : Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal serta  membantu mencegah statis kandung kemih.
3)    Palpasi kandung kemih, pantau TFU dan lokasi serta jumlah aliran lochea.
Rasional : Perubahan posisi uterus menyebabkan peningkatan relaksasi uterus dan aliran lochea
4)    Perhatikan tanda dan gekala infeksi saluran kemih, misalnya : warna urine, bau busuk, sensai terbakar, frekuensi BAK setelah pengengkatan kateter.
Rasional : Adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya bekteri dan ISK.
5)    Lepaskan kateter sesuai indikasi.
Rasional : Secara umum, kateter aman dilepas antara 6-12 jam pascapartum.
j.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan efelk-efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan,  ketidaknyamanan fisik.
Tujuan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri, mengidentifikasi, menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
Intervensi :
1)    Pastikan berat atau durasi nyeri.
Rasional : Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien tidak mampu fokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebutuhan fisiknya.
2)    Kaji status psikologis klien.
Rasional : Pengalaman nyeri fisik disertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi keinginan klien.
3)    Motivasi klien untuk sesegera mungkin melakukan latihan mobilisasi, kemudian ditingkatkan secara bertahap.  
Rasional : Mobilisasi sedini mungkin dapat mempengaruhi status kesehatan klien sehingga klien mampu melakukan perawatan dirinya secara optimal.
4)    Berikan bantuan perawatan diri mandi/hygene, makan.
Rasional : Memenuhi kebutuhan perawatan diri klien.
4.     Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan adalah pengolahan dan  perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan fasilitasi koping (Nursalam, 2001).
Pelaksanaan asuhan keperawatan klien post sectio saesarea sesuai dengan rencana keperawatan yang dibuat, keadaan atau kondisi dan fasilitas yang tersedia.
Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat dalam standar prektik keperawatan (Nursalam, 2001).
a.                                            Independen  : Tindakan mendiri perawat adalah kegiatan dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b.                                            Interdependen :  Adalah suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya (kolaborasi)
c.                                            Dependen       :  Tindakan yang berhubungan dengan rencana tindakan medis.
5.     Evaluasi
Menurut Nursalam (2001) evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah tercapai. Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan kilen berdasarkan respon klein terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan, yaitu :  
a.    Evaluasi proses atau formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap tindakan. Evaluasi ini terus menerus dilaksanakan sampai tujuan yang ditentukan tercapai.
b.    Evaluasi hasil atau sumatif adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna.
Hasil evaluasi :
a.    Tujuan tercapai, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
b.    Tujuan tercapai sebagian, jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan.
c.    Tujuan tidak tercapai, jika klien  tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali, dan bahkan timbul masalah baru.

Dokumentasi Keperawatan
1.  Pengertian
Dokumentasi keperawatan adalah bagian integral proses, bukan sesust yang berbeda dari metode pemecahan masalah. Dokumentasi keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, tindakan. Perawat mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi kepada tenaga kesehatan lainnya (Nursalim, 2001).   
2.  Manfaat dan pentingnya dokumentasi keperawatan.
a.  Hukum
Catatan informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum.
b.  Jaminan mutu (kualitas pelayanan)
Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat akan memberi kemudahan bagi perawat dalam membentu masalah klien..
c.   Komunikasi 
Merupakan alat ’perekam’ terhadap maslah yang berkaitan dengan klien. Tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan.
d.  Keuangan
Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan telah diberikan dengan lengkap dapat dipergunakan sebagai acuan dalam biaya perawatan bagi klien.
e.    Pendidikan
Dokumentasi emmpunyai nilai pendidikan. Karena isinya menyangkut kronologi dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi keperawatan.
g.   Penelitian
Data yang ada di dalamnya mengandung informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau obyek riset dan pengembangan profesi keperawatan.
h.   Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
 DAFTAR PUSTAKA


Allen, CV. 1998. Memahami Proses Keperawatan dengan Pendekatan Latihan. EGC. Jakarta.

Bobak, IM. Lowder Milk. Dietra Leonard. Jensen. Margaret. Duncan. Perry. Shanon, E. 2005. Maternity Nurshing.  Mosby. St. Louis.

Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed. Ke-8. EGC. Jakarta.

Doenges, ME. 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi Pedoman untuk Peraencanan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Ed. Ke-2. EGC. Jakarta.

Effendi, N. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.

Farre, H. 1999. Perawatan Maternitas, Ed. Ke-2. Alih Bahsa Andry Hartono. SGC. Jakarta.

Friedman, M. 1998. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktek, Ed. Ke-3. EGC. Jakarta.

http//w.w.w.ayahbunda.online.com.

http//w.w.w.kompas.com/kesehatan/news

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dam Obstetri Patologi, Jilid I dan II, Ed. Ke-2. EGC. Jakarta.

NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Budi Santosa (editor). Prima Medika. Jakarta.

Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktek. Salemba Medika. Jakarta.

Prawirohardjo, S. 2002. Buku Pedoman Proses Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed. Ke-1. Penerbit Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.      













BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Sectio Caesarea

1.    Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 1998). Sedang  menurut  Prawirohardjo (2002), sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gram, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh/intact. Jadi sectio caesarea adalah persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan cara melakukan pembedahan atau membuat sayatan pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh.
2.    Indikasi sectio caesarea
a.    Plasenta previa
Placenta previa adalah keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat abdomen yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
b.    Panggul sempit
Panggul disebut sempit apabila ukuran 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal, yaitu 11 cm.
c.    Disproporsi sefalo pelvik
Adalah bila janin tidak dapat dilahirkan secara normal pervaginam, bila anak hidup dilakukan sectio caesarea. Ketidaksesuaian antara ukuran kepala dengan ukuran panggul yaitu ukuran panggul normal tetapi ukuran kepala lebih besar
d.    Reptur uteri mengancam
e.    Partus lama
Adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi.
f.     Partus tak maju
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan servik, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir. Persalinan pada primi tua biasanya lebih lama.
g.    Distorsi servik
h.    Preeklamsi dan eklamsi
Merupakan kumpulan gejala yang timbul pada saat hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari : hipertensi, proteinuria dan edema yang kadang-kadang disertai onvulsi sampai koma.
i.      Malpresentasi janin
Malpresentasi letak  lintang, bokong, dahi dan muka, presentasi rangkap, gemelli.
3.    Kontraindikasi sectio caesarea
Menurut Mochtar, (1998) kontra indikasi sectio caesarea adalah :
a. Bila janin sudah mati atau keadaan buruk dalam uterus  sehingga kemungkinan hidup kecil, dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk melakukam operasi.
 b. Bila ibu dalam keadaan syok, anemia berat yang belum teratasi.
 c. Bila jalan lahir ibu mengalami infeksi luas.
 d. Adanya kelainan kongenital berat.
4.    Komplikasi
a.    Infeksi puerperal (nifas)
1)    Ringan  : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja             
2)    Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
                     dehidrasi dan perut sedikit kembung
3)    Berat     : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik, hal ini  
                     sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana
                     sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena
                     ketuban yang telah pecah terlalu lama.
b.    Perdarahan disebabkan karena :
1)    Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2)    Atonia uteri
3)    Perdarahan pada placenta bed
c.    Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d.    Kemungkinan ruptur uterus spontan pada kehamilan mendatang.
5.    Nasehat pasca sectio caesarea
a.    Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun, dengan memakai kontrasepsi.
b.    Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.
c.    Dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit yang berfasilitas lengkap, dengan ditunggui suami.
d.    Apakah persalinan berikutnya harus dengan sectio caesarea tergantung dari indikasi sectio caesarea dengan keadaan pada kehamilan berikutnya.

Konsep Dasar Post Partum
1.    Pengertian Post Partum
Menurut Bobak (2004) post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keaadan normal seperti sebelum hamil. Terkadang disebut periode puerperium. 
2.    Periode Post Partum
Periode post partum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu kembali pada keadaan tidak hamil dan penyesuaian terhadap penambahan keluarga baru.
Menurut Mochtar (1998) Nifas dibagi menjadi 3 periode :
Puerperium dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam Agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
Remote puerpurium, adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
3.    Tujuan Asuhan Post Partum
Menurut Farrer (1999) tujuan perawatan post natal dimaksudkan agar ibu berada dalam keadaan sehat dengan anak yang sehat dan mengetahui cara merawat anaknya. Tujuan ini tercapai jika ibu:
a.    Mendapatkan cukup istirahat, sehingga tubuh dan pikiran dapat pulih kembali setelah menjalani masa hamil dan bersalin.
b.    Menghidari infeksi yang dapat menghambat kesembuhan jaringan yang cidera.
c.    Dapat memberi ASI secara memuaskan.
d.    Belajar merawat bayi seperti menggantikan pakaian, memberikan susu dan membujuk bayi jika rewel atau menangis.
4.    Perubahan Alat-Alat Kandungan
Menurut Mochtar (1998) perubahan alat-alat kandungan terjadi pada : 
a.    Uterus
Berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Setelah janin dilahirkan, fundus uterus berada pada 2 jari di bawah pusat, berat uterus 750 gram. Akhir minggu pertama tinggi fundus uterus berada pada [ertengahan anatara pusat dan simpisis , berat uterus 500 gram. Dua minggu setelah pesralinan fundus uterus tidak teraba, berat uteurs 350 gram. Enam minggu uterus bertambah kecil, berat 50 gram. Setelah 8 minggu uretus berat uterus 30 gram.

Tabel 1. Involusi Uterus

Waktu Involusi
TFU
(Tinggi Fundus Uteri)
Berat Uterus
(gram)

Plasenta lahir
7 hari
14 hari
42 hari
56 hari


Sepusat
Pertengahan sympisis pubis
Tak teraba
Seperti hamil 2 bulan
Normal

1.000
500
350
50
30
b.    Bekas implantasi uri
Placenta mengecil karena kontarksi dan menonjol ke kanan uterus dengan diameter 7,5 cm, sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu minggu keenam menjadi 2,4 cm dan akhirnya pulih
Luka-luka
Pada vagina bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari
Rasa sakit
Yang disebut after pains (nyeri perut pada uterus) disebabkan karena rahim berkontraksi, biasanya berlangsung 2-4 hari pascapersalinan.
c.    Lochea
Adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uterus dan vagina dalam masa nifas.
1)      Lochea rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, vernik caseosa, lanugo, dan maconeum selama 2 hari pascapersalinan
2)      Lochea sanguinulenta :  berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke 3-7 pascapersalinan.
3)      Lochea serosa : berwarna kekuningan, cairan tidak berdarah dan lendir hari ke 7-14 pascapersalinan.
4)      Lochea alba : cairan putih, setelah 2 minggu pascapersalinan.
5)      Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
6)      Locheastasis : lochea tidak keluar.

            f.   Serviks 
Setelah persalinan spontan, bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat luka kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari. (Mochtar,  1998).
5.  Komplikasi nifas
Komplikasi nifas mungkin timbul, menurut Mochtar,  (1988) :
a.   Vulvitis           :  luka bekas episiotomi atau robekan     
                            perineum yang terkena infeksi
b.   Vaginitas       :  luka karena tindakan peralinan terinfeksi
c.  Serviksitis       :  Infeksi pada serviks agak dalam dapat   
                            menjalar ke ligamen latum dan parametrium.
d.  Endometritis :  Infeksi terjadipada tempat insersi placenta dan dalam waktu singkat dapat mengenai seluruh endometrium. Kalau tidak diobati dalam waktu singkat dapat mengenai endometrium.
e.  Septikemia     : keadaan dimana kuman-kuman dan toksiknya
                           langsung masuk ke dalam peredaran darah
                           umum dan menyebabkan infeksi umum 
f.  Parametris       : infeksi jaringan ikat pelvis.

Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea
Asuhan keperawatan pada klien post sectio caesarea menggunakan metode proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Keseluruhan tahap ini merupakan pengintegrasian ketrampilan, intelektual, hubungan pribadi dan teknik seorang perawat.
1.    Pengkajian
Menurut Doenges (2001), pengkajian pada klien post sectio caesarea meliputi :
a.    Pengkajian data dasar primer
Tinjau ulang catatan pranatal dan intraoperatif dan adanya indikasi untuk kelahiran caesarea.
b.    Sirkulasi
 Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml.
c.    Integritas ego
 Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, sampai ketakutan, marah atau menarik diri. Klien atau pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima dalam pengalaman kelahiran. Mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.
d.    Eliminasi
Kateter urinarius mungkin terpasang : urine jernih pucat, bising usus tidak ada, samar, atau jelas.
e.    Makanan atau cairan: abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
f.     Neurosensori: kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
g.    Nyeri atau ketidaknyamanan : mungkin mengeluh ketidak nyamanan dari berbagai kondisi misalnya trauma pembedahan, nyeri penyerta, distensi kandung kemih atau abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
h.    Pernapasan : bunyi paru jelas dan vesikuler.
i.      Keamanan : Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. Jalur parenteral bila digunakan paten, dan sisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan.
j.      Seksualitas: Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus, aliran lochea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak.
k.        Pemeriksaan diagnostik
1)    Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht), mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2)    Urinalisis; kultur urine, darah, vaginal dan lochea : pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual.     
2.    Diagnosa keperawatan
Menurut Doenges (2001) diagnosa keperawatan pada klien dengan post sectio caesarea adalah :
a.    Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan perkembangn transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya : intervensi pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan/interaksi, kebanggan diri negatif).   
b.    Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih.abdomen.
c.    Ansietas berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak inter personal, kebutuhan tak terpenuhi. 
d.    Harga diri rendah (situsaional) berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
e.    Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan fungsi regulasi (hipotensi dan eklamsi), efek-efek anestesi, tromboemboli, profil darah abnormal, trauma jaringan. 
f.     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb, prosedur infasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, malnutrisi.  
g.    Konstipasi berhubungan dnegan penuruan tonus otot (kelebihan analgesik atau anestesi, efek-efek progesteron, dehidrasi,diare, nyeri perianal/reptal). 
h.    Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis periode pemulihan perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenali sumber-sumber.
i.      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis, efek-efek hormonal, efek-efek anestesi.
j.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan,  ketidaknyamanan fisik.
Menurut Nanda (2005) diagnosa keperawatan  pada klien dengan post sectio caesarea adalah:
a.    Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik.
b.    Kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan klein lemah.
c.    Kurang pengetahuan tentang ASI eklusif berhubungan dengan kurang paparan informasi.  
d.    Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
e.    Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
f.     Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
g.    Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan penjadwalan prosedur invasif mayor.
3.    Perencanaan
Perencanaan untuk masing-masing diagnosa keperawatan menurut Doenges (2001), adalah  sebagai berikut:
a.    Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan perkembangn transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya : intervensi pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan/interaksi, kebanggan diri negatif).   
Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan situasi
Intervensi :
1)    Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi, tergantung pada kondisi bayi. Bantu sesuai kebutuhan.
Rasional : memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga terjadi, terjadi karena ibu dan bayi secara emosional menerima isyarat satu sama lain yang memulai proses kedekatan dan proses pengenalan.  
2)    Berikan kesempatan pada ayah untuk menyentuh, menggendong bayi.
Rasional : memudahkan kedekatan di antara ayah dan bayi
3)    Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaan-perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayinya.
Rasional : Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang tua – bayi dapat mempunyai efek yang negatif.
4)    Anjurkan dan bantu dalam menyusui anaknya.
Rasional : kontak awal mempunyai efek yang positif.
5)    Berikan informasi tentang keamanan dan kondisi bayi sesuai kebutuhan.
Rasional :  Membantu pasangan untuk memproses pengenalan awal
b.    Nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang, pasien dapat menunjukkan atau menggunakan perilaku untuk menguangi rasa nyeri.
Intervensi :
1)    Kaji dan tentukan lokasi, karakteristik nyeri, intensitas nyeri (0-10), serta faktor pencetus nyeri
Rasional : Membantu membedakan karakter nyeri pascaoperasi dengan terjadinya komplikasi dan memilih intervensi
2)    Perhatikan isyarat verbal dan non verbal seperti meringis, gerakan melindungi atau terbatas
Rasional : Klien mungkin tidak melaporkan ketidaknyamanan secara langsung.
3)    Ajarkan dan anjurkan penggunaan teknik pernafasan dalam, distraksi dan relaksasi.
Rasional : Merilekskan otot-otot dan mengalihkan perhatian dan sensasi nyeri, menurunkan ketidaknyamanan.
4)    Gunakan prosedur pembebatan pada perut dengan tepat.
Rasional : Pembebatan pada area insisi dapat mengurangi ketidaknyamanan karena gerakan otot perut.
5)    Anjurkan menghindari makanan atau cairan pembentuk gas (mis : kacang-kacangan, kol, minuman terlalu dingin atau terlalu panas atau penggunan sedotan untuk minum.
Rasional : Menurunkan pembentukan gas dan meingkatkan peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena akumulasi gas yang pada hari ketiga setelah kelahiran sectio caesarea.
6)    Berikan perubahan posisi / tindakan kenyamanan (pemberian posisi, masase)
Rasional : Tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional klien.
7)    Berikan terapi obat sesuai program dokter / kolaborasiuntuk pemberian obat analgetik
Rasional : Analgetik bersifat menghilangkan atau mengurangi nyeri.
c.    Ansietas berhubungan dengan krisis situasi ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak inter personal, kebutuhan tak terpenuhi. 
Tujuan : Kesadaranakan perasaan ansietas, klien rileks dapat mengindentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas. 
Intervensi :
1)    Tentukan tingkat ansietas klien dan sumber masalah.
Rasional : Kelahiran sectio caesarea mungkin dipandang sebagai suatu kegagalan dalam hidup oleh klien.
2)    Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien / bayi.
Rasional : Kurang informasi atau kesalahpahaman dapat mengakibatkan tingkat ansietas.
3)    Bantu klien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping.
Rasional : Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peran baru, mengurangi perasaan ansietas.
d.    Harga diri rendah (situasional) berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
Tujuan : Mendiskusikan masalah tentang peras dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran dari klien atau pasangan, mengekspresikan harapan diri yang positif.
Intervensi :
1)    Tentukan respon yang emosional klien atau pasangan terhadap kelahiran sectio caesarea.
Rasional : Menentukan apabila pasangan mengalami reaksi emosi negatif.   
2)    Identifikasi perilaku positif selama proses prenatal dan antenatal.
Rasional : Respon berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah mampu berbagi pengalaman kelahiran.
e.    Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan fungsi regulasi (hipotensi dan eklamsi), efek-efek anestesi, tromboemboli, profil darah abnormal, trauma jaringan. 
Tujuan : Tidak terjadi cidera jaringan, tidak terjadi tanda-tanda infeksi, tidak terjadi komplikasi.
Intervensi :
1)    Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan suhu badan.
Rasional : Tekanan darah yang tinggi dapat menandakan  terjadinya hipertensi.
2)    Anjurkan ambulasi dini dan latihan.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena dari ektermitas bawah, menurunkan resiko pembentukan trombosit. 
3)    Inspeksi insisi secara teratur, perhatikan tanda perlambatan atau perubahan (misalnya : kurang penyatuan).
Rasional : Penegangan berlebihan, pemisahan jaringan, dan kemungkinan perdarahan.
f.     Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb, prosedur infasif atau peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama, malnutrisi.  
Tujuan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko/meningkatkan penyembuhan, tidak terjadi infeksi, menunjukkan luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan.
Intervensi :
1)    Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan tepat dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
Rasional : Membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi
2)    Tinjau ulang Hb / AL pranatal, perhatikan adanya kondisi yang mempredisposisikan klien ada infeksi pascaoperasi
Rasional : Anemia pranatal meningkatkan resiko infeksi, leukositosis merupakan tanda adanya infeksi.
3)    Inspeksi sekitar tusukan jarum infus IV terhadap tanda eritema atau nyeri tekan.   
Rasional : Membantu mengidentifikasi adanya tanda-tanda   infeksi.
4)    Rasional : Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat dan tanda-tanda infeksi.
Rasional : Balutan steril menutupi luka pada kelahiran sectio caesarea membantu melindungi luka dari kontaminasi, rembesan dapat menandakan hematoma, gangguan penyatuan jahitan atau dehisensi luka.
5)    Lakukan perawatan luka tusukan jarum infus dan lakukan perawatan luka operasi secara aseptik den sesuai indikasi.
Rasional : Perawatan luka memungkinkan insisi mengering dan     meningkatkan penyembuhan.
6)    Pantau suhu dan nadi dengan rutin dan sesuai indikasi, catat tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malaise.
Rasional : Peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
7)    Berikan perawatan perineal dan penggantian pengalas kering.
Rasional : Membantu menghilangkan media pertumbuhan bakteri.
8)    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik.
Rasional : Mencegah dan menurunkan kemungkinan terjadi infeksi.
g.    Konstipasi berhubungan dengan penuruan tonus otot (kelebihan analgesik atau anestesi, efek progesteron, dehidrasi,diare, nyeri perianal/rectal). 
Tujuan : Bising usus aktif dan keluarnya flatus, mendapatkan kembali pola eliminasi niasanya / optimal dalam 4 hari pascaportum
Intervensi :
1)    Auskultasi terhadap adanya bising usus.
Rasional : Mnentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral dan kemungkinan terjadinya komplikasi.
2)    Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
Rasional : Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.
3)    Anjurkan cairan oral yang adekuat (6-8 gelas/hari) bila   masukan oral sudah diberikan, banyak makanan berserat tinggi.
Rasional : Makanan berserat tinggi dapat merangsang eliminasi dan mencegah komplikasi.
4)    Berikan pelunak faeces.
Rasional : Merangsang peristaltik usus.
h.    Kurang pengetahuan mengenai perubahan fisiologis periode pemulihan perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenali sumber-sumber.
Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan individu. Dapat melakukan aktivitas sesuai prosedur dengan benar dan dapat menjelaskan alasan untuk tindakan.
Intervensi :
1)    Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien / pasangan dalam menidentifikasi kebutuhan.
Rasional : Periode pascapartum klien dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan penyuluhan diberikan.
2)    Berikan rencana penyuluhan tertulis dengan menggunakan format.
Rasional : Membantu menjamin kelengkapan informasi.
3)    Kaji keadaan fisik klien.
Rasional : Ketidaknyamanan berkenaan dengan insisi dapat mengurangi konsentrasi dalam penerimaan penyuluhan.
4)    Berikan informasi yang berhubungan dnegan perubahan fisiologis dan psikologis.
Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal dan abnormal.
i.      Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma mekanis, efek hormonal,  efek anestesi.
Tujuan : Mendapatkan pola berkemih yang normal setelah pengangkatan kateter.
Intervensi : 
1)    Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urine.
Rasional : Oliguri (keluaran urine kurang dari 30 ml/jam) mungkin disebabkan oleh kehilangan cairan yang berlebihan, ketidakadekuatan penggantian cairan.
2)    Berikan cairan per oral 6-8 gelas/hari.  
Rasional : Cairan meningkatkan hidrasi dan fungsi ginjal serta  membantu mencegah statis kandung kemih.
3)    Palpasi kandung kemih, pantau TFU dan lokasi serta jumlah aliran lochea.
Rasional : Perubahan posisi uterus menyebabkan peningkatan relaksasi uterus dan aliran lochea
4)    Perhatikan tanda dan gekala infeksi saluran kemih, misalnya : warna urine, bau busuk, sensai terbakar, frekuensi BAK setelah pengengkatan kateter.
Rasional : Adanya kateter mempredisposisikan klien pada masuknya bekteri dan ISK.
5)    Lepaskan kateter sesuai indikasi.
Rasional : Secara umum, kateter aman dilepas antara 6-12 jam pascapartum.
j.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan efelk-efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan,  ketidaknyamanan fisik.
Tujuan : Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri, mengidentifikasi, menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
Intervensi :
1)    Pastikan berat atau durasi nyeri.
Rasional : Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien tidak mampu fokus pada aktivitas perawatan diri sampai kebutuhan fisiknya.
2)    Kaji status psikologis klien.
Rasional : Pengalaman nyeri fisik disertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi keinginan klien.
3)    Motivasi klien untuk sesegera mungkin melakukan latihan mobilisasi, kemudian ditingkatkan secara bertahap.  
Rasional : Mobilisasi sedini mungkin dapat mempengaruhi status kesehatan klien sehingga klien mampu melakukan perawatan dirinya secara optimal.
4)    Berikan bantuan perawatan diri mandi/hygene, makan.
Rasional : Memenuhi kebutuhan perawatan diri klien.
4.     Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan adalah pengolahan dan  perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan fasilitasi koping (Nursalam, 2001).
Pelaksanaan asuhan keperawatan klien post sectio saesarea sesuai dengan rencana keperawatan yang dibuat, keadaan atau kondisi dan fasilitas yang tersedia.
Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara profesional sebagaimana terdapat dalam standar prektik keperawatan (Nursalam, 2001).
a.                                            Independen  : Tindakan mendiri perawat adalah kegiatan dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b.                                            Interdependen :  Adalah suatu kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya (kolaborasi)
c.                                            Dependen       :  Tindakan yang berhubungan dengan rencana tindakan medis.
5.     Evaluasi
Menurut Nursalam (2001) evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah tercapai. Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan kilen berdasarkan respon klein terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan, yaitu :  
a.    Evaluasi proses atau formatif adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap tindakan. Evaluasi ini terus menerus dilaksanakan sampai tujuan yang ditentukan tercapai.
b.    Evaluasi hasil atau sumatif adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna.
Hasil evaluasi :
a.    Tujuan tercapai, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
b.    Tujuan tercapai sebagian, jika klien menunjukkan perubahan sebagian dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan.
c.    Tujuan tidak tercapai, jika klien  tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali, dan bahkan timbul masalah baru.

Dokumentasi Keperawatan
1.  Pengertian
Dokumentasi keperawatan adalah bagian integral proses, bukan sesust yang berbeda dari metode pemecahan masalah. Dokumentasi keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, tindakan. Perawat mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi kepada tenaga kesehatan lainnya (Nursalim, 2001).   
2.  Manfaat dan pentingnya dokumentasi keperawatan.
a.  Hukum
Catatan informasi tentang klien merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum.
b.  Jaminan mutu (kualitas pelayanan)
Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat akan memberi kemudahan bagi perawat dalam membentu masalah klien..
c.   Komunikasi 
Merupakan alat ’perekam’ terhadap maslah yang berkaitan dengan klien. Tenaga kesehatan lain akan bisa melihat catatan yang ada sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan.
d.  Keuangan
Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan telah diberikan dengan lengkap dapat dipergunakan sebagai acuan dalam biaya perawatan bagi klien.
e.    Pendidikan
Dokumentasi emmpunyai nilai pendidikan. Karena isinya menyangkut kronologi dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi siswa atau profesi keperawatan.
g.   Penelitian
Data yang ada di dalamnya mengandung informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau obyek riset dan pengembangan profesi keperawatan.
h.   Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
 DAFTAR PUSTAKA


Allen, CV. 1998. Memahami Proses Keperawatan dengan Pendekatan Latihan. EGC. Jakarta.

Bobak, IM. Lowder Milk. Dietra Leonard. Jensen. Margaret. Duncan. Perry. Shanon, E. 2005. Maternity Nurshing.  Mosby. St. Louis.

Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan. Ed. Ke-8. EGC. Jakarta.

Doenges, ME. 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi Pedoman untuk Peraencanan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Ed. Ke-2. EGC. Jakarta.

Effendi, N. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.

Farre, H. 1999. Perawatan Maternitas, Ed. Ke-2. Alih Bahsa Andry Hartono. SGC. Jakarta.

Friedman, M. 1998. Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktek, Ed. Ke-3. EGC. Jakarta.

http//w.w.w.ayahbunda.online.com.

http//w.w.w.kompas.com/kesehatan/news

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi dam Obstetri Patologi, Jilid I dan II, Ed. Ke-2. EGC. Jakarta.

NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Budi Santosa (editor). Prima Medika. Jakarta.

Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktek. Salemba Medika. Jakarta.

Prawirohardjo, S. 2002. Buku Pedoman Proses Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed. Ke-1. Penerbit Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.      




















                                                                                                                            








                                                                                                                            

Facebook Twitter RSS